Selamat Datang Di Blognya Ozy Shira

Rabu, 04 Juli 2018

KUDETA MEKKAH

KUDETA MEKKAH
Sejarah Yang Tak Terkuak

KUDETA MEKKAH: Sejarah Yang Tak Terkuak, merupakan salah satu buah karya Yaroslav Trofimov, yang diterjemahkan oleh Saidiman dan diedit oleh A. Fathoni. Karya seorang koresponden Wall Street Journal sejak tahun 1999 ini telah dicetak pertama kali pada Maret 2017 oleh PT Pustaka Alvabet, Jakarta. Tersusun atas 350 halaman, dengan ukuran kertas 15 x 23 cm, buku ini memaparkan secara gamblang berbagai kengerian yanng terjadi pada peristiwa bersejarah 20 November 1979 di Kota Suci Mekkah. Setiap rangkaian kalimat yang ditulis, memancing rasa merinding yang tanpa henti.
Pada 20 November 1979, sebuah peristiwa besar terjadi di Kota Suci Mekkah. Sekelompok orang bersenjata yang dipimpin oleh Seorang islamis radikal, Juhaiman Al-Utaibi sukses menduduki Masjid Al- Haram, tepat saat sang imam masjid menutup doa, usai shalat subuh berjamaah. Ribuan jamaah dari berbagai negara menjadi sandera.
Sebagaimana yang tumbuh dalam tradisi Wahhabi, Juhaiman dididik untuk mencari semua jawaban mengenai kejayaan Islam di masa lalu. Karena itu, Juhaiman menggali sedalam- dalamnya sekumpulan kitab hadits, sehingga dia menemukan konsep yang kokoh bagi teologi islam, yakni mengenai kemunculan Mahdi. Ini adalah awal dari pemberontakan tersebut. .
Muhammad Abdullah, adalah mahasiswa berusia 25 tahun, berkulit kuning dan tinggi serta memiliki dahi lebar, hidung mancung, dan memiliki tahi lalat merah besar di pipinya. Ciri-ciri tersebut yang diyakini oleh Juhaiman sebagai ciri seorang Mahdi, sang juru selamat.
Dengan mengaitkan berbagai hal, Juhaiman berusaha meyakinkan Muhammad Abdullah, bahwa dirinyalah Mahdi. Tidak hanya itu, Juhaiman juga mulai meyakinkan para pengikutnya bahwa Imam Mahdi telah datang, sehingga dia mampu menghimpun pasukan pemberontak yang tak sedikit jumlahnya. .
Dalam sebuah pertemuan, Juhaiman berbicara secara terbuka: "Mahdi harus dilindungi dari musuh-musuh keimanan sejati, dan menjadi tanggung jawab kaum beriman untuk memberikan perlindungan ini. Pada saatnya nanti, Masjid Al Haram akan ditaklukkan dengan senjata, dan dipertahankan dengan tentara. Jika kita tidak membawa senjata, tentara itu (musuh) tidak akan datang ke mekkah dan oleh karenanya tidak akan ditelan bumi. Kita tidak akan menembak sampai mereka menembak terlebih dahulu
Kala itu, 1 Muharram 1400 H bertepatan dengan 20 November 1979 M, para pemberontak yang telah di setir oleh Juhaiman mengambil alih Masjid Al Haram. Sambil menggenggam senjata mesin, Muhammad Abdullah ditemani oleh Juhaiman berdiri di tempat sebagaimana digambarkan Nabi- di bawah bayangan Ka'bah, di antara kuburan Ismail dan Hajar, juga sebuah batu besar dimana terdapat jejak kaki Ibrahim. Juhaiman menyeru pada seluruh umat islam di tempat tersebut bahwa Imam Mahdi yang ditunggu- tunggu telah datang dan semua orang harus bersumpah setia kepada Muhammad Abdullah. Lalu, satu persatu pengikut Juhaiman membungkuk, mencium tangan Muhammad Abdullah dan memberi baiat. Demikian juga para sandera. .
Dengan baiat tersebut, berarti secara formal telah mengalihkan dukungan para jamaah Saudi dari keluarga kerajaan kepada (yang dianggap) Imam Mahdi. .
Imam Masjid, Syekh Muhammad bin Subail yang merasa sadar akan ketidaktepatan tindakan Juhaiman berusaha menghubungi atasannya, Syekh Nasir bin Rasyid untuk menjelaskan peristiwa tersebut. Ini lah awal dari kebingungan Istana Saud. Di satu sisi, telah terjadi pemberontakan yang memang  harus segera dituntaskan. Namun, disisi lain, Masjid Al Haram yang menjadi target para pemberontak adalah tempat tersuci umat islam, dimana terdapat larangan untuk membunuh apapun di dalamnya. .
Setelah melakukan berbagai pertimbangan, akhirnya kerajaan Saudi memutuskan untuk melawan pemberontak dengan senjata. Untuk menghargai perasaan para ulama, pemerintah saudi sangat berhati-hati agar tidak merusak Masjid Al Haram pada penyerangan pertama. Gempuran tembakan yang mulai menghujani kompleks bangunan tanah suci kebanyakan adalah ledakan cahaya yang tidak mematikan. Hanya mengacaukan pasukan Juhaiman dengan kebisingan yang memekakkan dan cahaya silau yang membutakan. Namun, tidak dapat dipungkiri, penyerangan yang berlangsung selama berhari-hari semakin lama semakin memanas. Semakin banyak korban tewas dan tentu saja terjadi berbagai kerusakan di bangunan suci itu.
Hari Sabtu dan Minggu (24-25 November 1979) Sebagian besar pemberontak mundur dari pemukaan masjid menuju ruang bawah tanah Qabu. Hanya sekelompok kecil pengikut Juhaiman yang bertahan di gang-gang tempat suci yang terbakar lantaran bom. Salah satu dari mereka adalah Muhammad Abdullah, sang Mahdi palsu. .
Untuk memperlihatkan keabadiaannya, Muhammad Abdullah menggunakan cara baru. Setiap kali ia mendengarkan dentingan granat yang dilempar, ia memungutnya dan melemparkannya kembali ke para prajurit. Berberapa kali berhasil memang. Namun, keberuntungan kemudian tak berpihak padanya. Saat Muhammad Abdullah hendak memungut granat untuk kesekian kalinya, granat tersebut terlanjur meledak, menjadikan beberapa bagian tubuh bawahnya hancur. Rasa takut dibawah gempuran tembakan membuat kawanan pemberontak tidak bisa menyelamatkan sang Mahdi mereka, yang tengah menggeliat kesakitan di tengah asap beracun. Hingga dia ditinggalkan begitu saja.
Beberapa kawanan pemberontak yang mampu mencapai Qabu hidup-hidup melaporkan tentang kabar Muhammad Abdullah. Faisal Muhammad Faisal terguncang mendengar laporan tersebut. Keyakinan pada Juhaiman yang dulu lemah, bahkan sebelum aksi pemberontakan dilakukan,  kini benar-benar menguap sepenuhnya. Dia begitu menyesal,telah mengukuti Juhaiman. Tidakkah dijanjikan dalam hadits bahwa Mahdi kebal terhadap bom dan peluru??
Rumor kematian Mahdi telah menyebar ke seluruh pemberontak. Keyakinan mereka mulai melemah sebagaimana Faisal. Rasa ragu menyelimuti hati mereka. Namun, dengan kecakapannya berbicara, Juhaiman mampu mengembalikan keyakinan mereka. Kawanan pemberontak, belum menyerah.
Kokohnya semangat pemberontak untuk terus maju hingga titik darah penghabisan sulit untuk ditaklukkan. Pemerintah Saudi pun meminta bantuan Amerika dan Eropa untuk memulihkan situasi di tanah suci.
18 jam setelah penyerangan terakhir ke Qabu dimulai, dua pasukan militer inti akhirnya membentuk formasi lingkaran di bawah masjid, bertemu di area Gerbang King Abdul Aziz. Sebelum Fajar, pada hari Selasa, 4 Desember 1979, Agen Pers resmi Saudi mengumumkan kepada dunia sebuah pernyataan dari pangeran Nayif bahwa pembersihan semua anggota kelompok pembelot dari basemen Masjid Al Haram telah dituntaskan pukul 01:30 pagi itu. .
Peperangan berakhir, tepat dua minggu sejak Masjid Al Haram diambil alih oleh kawanan Juhaiman Al Utaibi. Menurut perhitungan Nayif, sekitar 270 orang meninggal dalam pemberontakan tersebut. Namun, para pengamat independen dan saksi memperkirakan, bahwa peperangan yang terjadi selama dua minggu di Masjid Al Haram menelan korban sekitar 1000 orang, bahkan bisa lebih.
Pagi, tanggal 9 Januari 1980, sebanyak 63 tahanan yang terlibat dalam pemberontakan Juhaiman dikenai hukuman pancung. Hukuman ini dilakukan di delapan kota di Saudi, antara lain Mekkah, Riyadh, Madinah, Dammam, Buraida, Hail, Abha, dan Tabuk. Jumlah keseluruhan yang dihukum adalah 39 orang Saudi, 10 orang Mesir, 6 orang Yaman, dan beberapa orang Kuwait, Irak, Sudan.
Peristiwa Juhaiman menjadi bagian penting dari sejarah modern kota Mekkah. Para pengamat politik dan sejarawan menganggap kejadian itu sebagai insiden lokal semata yang tidak bersangkut paut dengan peristiwa internasional yang belakangan merebak, yakni terorisme. Namun, Yaroslav Trofimov berpendapat sebaliknya. Menurut Yaroslav, peristiwa Juhaiman adalah akar dari gerakan terorisme global, terutama yang dimotori Al Qaeda.
Pada tahun- tahun setelah peristiwa pengambilalihan Masjid Al Haram, Pemerintah Saudi mencoba sekuat tenaga untuk menghapus peristiwa berdarah tersebut dari memori publik. Peristiwa Juhaiman merupakan hal sensitif bagi pemerintah Saudi.  Sehingga, beberapa sumber cetak berupa kumpulan artikel pada surat kabar Saudi dan pidato- pidato kenegaraan yang berkaitan dengan peristiwa ini ditarik dari perpustakaan dan dimasukkan dalam daftar publikasi terlarang, sesaat setelah dicetak di Jeddah pada tahun 1980.
Trofimov, Yaroslav. 2017. Kudeta Mekkah: Sejarah Yang Tak Terkuak. Jakarta: PT Pustaka Alvabet.

Salatiga, 5 Juli 2018, 11:36 a m
OZY SHIRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar