Selamat Datang Di Blognya Ozy Shira

Minggu, 26 Oktober 2014

Kaos Lusuh, Keringat Pertama

Aku terlalu menyayanginya
Kaos lusuh , keringat pertama
Tak peduli akan warna
Tak peduli akan noda,
Aku hanya ingin bersamanya,
Itu yang kurasa,

Awal Mei 2010, untuk pertama kalinya kupijakkan kakiku dengan penuh kebanggaan. “RAMAYANA MALL”, sebuah tulisan yang tampak tertera di muka bangunan yang kutuju. Hari Minggu, hari libur ketika tak ada perintah lembur untukku. Kakiku melangkah menuju sebuah bangunan megah yang belum pernah kutuju dengan rasa bangga, sebelumnya. Yaa, memang bukan kali pertama aku menjelajahi isi bangunan itu. Hanya saja, hari ini adalah kali pertama aku membawa rasa percaya diri, ketika aku memilih aneka ragam tawaran.
Merah, kuning, hijau, biru, putih, dan ungu. Serentetan kaos lengan panjang berlabel harga Rp 50.000,- memaksaku untuk memilah. Tentu saja warna putih adalah pilihan utama. Warna yang selalu membuatku terpesona. Tanpa pikir panjang, tanganku menjulur, berusaha meraih pilihan hatiku yang masih tergantung di rak hunger. “Yupz, langsung ke kasir”, batinku.
Kakiku pun melangkah ke kanan, menuju kasir. Terlihat antrian panjang para pembeli menutupi meja kasir. Aku enggan melanjutkan langkah itu, hingga akhirnya mata minus 3,5 ku menangkap sebuah lambaian kaos kuning lengan panjang di kejauhan. Modelnya hampir sama dengan benda di tanganku, tapi rasa penasaran pun muncul. Mungkin karena rasa ‘sok bangga’ku yang seakan segalanya. Yaaah, akhirnya, aku tergiur dengan kaos berlabel Rp 56.000,- itu. Pikirku, meskipun warnanya tak seindah warna yang kusuka, setidaknya, ada kekasih untuk si putih.
Deretan pembeli di hadapan kasir-kasir cantik mulai memendek. Dua baju lengan panjang yang beberapa menit lalu menutupi lenganku kini berpindah ke tangan wanita cantik berpakaian orange hitam.
“ Seratus Enam Ribu, Mbak”, ucapnya sembari menatap wajahku.
            Dengan senyum sok manis, kuulurkan tangan kananku, menyerahkan lembaran-lembaran hasil keringat pertama, dengan rasa bangga.
@@@
Aku tak rela,
Jika harus mengubah namanya,
Meski bubur merah menyapa,
Aku tetap tak kuasa,

“Mbak, lap ya?”, kata Zahara sembari menenteng kaos lusuh yang diambilnya dari rak jemuran.
“Hei, itu baru aja aku cuci tadi pagi, besok tak pakai lagi, enak ment tex!”, jawabku dengan separoh logat khasku.
“Ih, Mbak Ozy…tak kirain ini lap, abisnya…udah kayak gini sih”.
“Enak aja, biar gini-gini, lebih berharga daripada baju baru kamu ki…”, balasku tak terima.

Yaaa…, kaos yang 4 tahun lalu putih bersih, kini telah berubah warna. Lusuh, penuh noda kekuningan karena getah dan tanah. Tapi, jangan harap, aku akan melepasnya begitu saja. Aku terlalu menyayaginya. Hingga sekedar menyimpannya pun, aku tak rela. Aku masih sering memakainya, tanpa rasa malu. Yang ku tahu, aku bangga, memakai kaos lusuh, hasil keringat pertama, selepas SMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar