ASA SANG
BIDADARI
Sungguh beruntung orang- orang yang memiliki mereka. Dua bidadari
cantik penuh asa. Pejuang kehidupan sepanjang masa. Nayla dan Shira, dua
bersaudara. Mereka berjuang demi masa depan. Berkorban demi memerangi kebodohan
dan meraih kesuksesan.
Kisah Nayla
berawal sejak dia lulus SMP. Mereka
berasal dari keluarga tak punya, tetapi semangat mereka membara. Orang tua
mereka tidak sanggup membiayai sekolah mereka berdua. Waktu itu, Shira lulus SD
dan harus masuk SMP. Jadi salah satu dari mereka harus mengalah untuk berhenti
sekolah.
Kelabilan seorang
remaja adalah hal yang wajar. Sebagaimana apa yang terjadi pada Nayla. Nayla
bersikeras ingin masuk sekolah kejuruan tata busana yang memakan biaya yang tak
sedikit. Karena merasa keberatan, orang tuanya tidak mengijinkannya. Nayla tidak terima dengan keputusan itu. Seiring
dengan berjalannya waktu, Nayla mulai berpikir dewasa. Akhirnya dia rela untuk
sementara berhenti sekolah dan merelakan adiknya sekolah.
Kebingungan
melanda Nayla diantara kejenuhan tak berguna. Pikirannya terus berputar.
Berpikir tentang apa yang hendak ia lakukan jika dia tak lagi seorang siswa.
Ingin rasanya ia bekerja, tapi sebersit pikiranpun tak terlintas di otaknya.
Apa yang hendak ia andalkan. seorang siswa lulusan SMP yang belum cukup umur,
dan tak punya ketrampilan sama sekali.
Suatu pagi yang
cerah, Nayla pergi mencari informasi, barangkali ada pekerjaan yang dapat ia
lakukan. Ia rela bekerja apa saja. Apa lagi sungguh besar harapannya untuk bisa
melanjutkan sekolah lagi tahun depan. Dia bertanya dari rumah ke rumah,
barangkali ada yang membutuhkan tenaganya. Akhirnya, seorang ibu berbaik hati
memberinya pekerjaan. Meskipun pekerjaan itu kasar, tapi Nayla tak peduli. Nayla
bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Pagi berangkat
kerja dan sore hari pulang ke rumah. Hari- harinya diisi dengan pekerjaan-
pekerjaan rumah majikannya. Satu bulan bekerja, waktu gajian pun tiba. Sore itu
dia di panggil oleh majikannya.
“Nay….ini gaji pertama kamu. Pekerjaan kamu bagus…”,majikannya
menyodorkan amplop pada Nayla.
“Bu, bolehkah saya minta tolong ?”, kata Nayla seolah tak peduli
dengan sodoran amplop di depannya.
“Tentu… kalau ibu bisa, kenapa tidak ?”
“Tolong Ibu simpankan uang gaji saya untuk sementara. Ibu berikan
gaji itu nanti saja jika saya butuh”
“Kamu serius ?”
Nayla hanya mengangguk diam kemudian berpamitan pulang.
Bulan demi bulan
berlalu. Tahun ajaran baru hendak dimulai. Nayla memutuskan untuk meminta
gajinya selama ini. Dia berniat untuk menggunakan uang gaji itu untuk mendaftar
sekolah lagi. Meski waktu yang satu tahun telah berlalu tanpa status sebagai
siswa, tapi semangatnya melebihi semangat seorang siswa.
Pagi itu, dia meminta gaji, sekalian hendak berpamitan.
“Bu…,terima kasih atas segala sesuatu yang telah ibu berikan pada
Nay. Nay gak tau harus membalas dengan apa. Nay gak kan lupa dengan semua yang
Nay dapatkan disini. Hari ini Nay ingin pamit. Nay besok harus daftar SMA. Nay
pengen sekolah lagi. Jadi Nay gak bisa bekerja di sini lagi…mohon do’a restunya…”
Kalimat Nay sungguh membuat majikan Nay terkejut.
“Kamu mau keluar? kamu yakin?. Kamu bisa kerja sepulang sekolah
jika mau…”,dengan nada balas seolah tak rela.
“Tidak bisa bu…Mungkin saya akan masuk panti asuhan aja. Saya dapat
info bahwa saya bisa sekolah dengan separo biaya jika saya di panti.
Setidaknya, agak meringankan beban orang tua”
Lama berada dalam keheningan. Majikan Nay diam seolah memikirkan
sesuatu. Keheningan itu terpecah ketika Nay memutuskan untuk pulang.
@@@
Adzan maghrib berkumandang, suara jangkrik bersahutan. Matahari terbenam
berganti dengan sinar sang rembulan ditemani bintang- bintang. Sorotan sinar
rembulan menerangi sebuah rumah reot mungil milik Nayla. Terlihat seorang
wanita dan seorang lelaki paruh baya berdiri
mengetuk pintu rumah Nayla.
Mereka hendak bertamu. Mereka adalah majikan Nayla selama ini. Setelah
di persilakan masuk, di ruang tamu rumah itu, mereka bersama Nayla dan orang
tuanya seperti membicarakan sesuatu yang serius. Memang serius mungkin. Hal
yang paling mengejutkan adalah ketika majikan Nayla bilang,
“Kami tidak punya anak, dan kami terlanjur cocok dengan Nayla. Jika
Bapak dan ibu mengijinkan, kami ingin membantu Nayla. Kami ingin membiayai
sekolah Nayla hingga lulus. Tapi ijinkan juga Nayla tinggal bersama kami”.
Kontan saja semua terdiam. Terutama Nayla. Perasaannya campur aduk.
Dia bingung tentang apa keputusan yang harus dia ambil.
Butuh waktu dua hari bagi Nayla untuk memantapkan hatinya. Akhirnya
dia memutuskan untuk tinggal bersama majikannya. Keinginan Nayla untuk sekolah
di sekolah tata busana pun terpenuhi. Dengan sungguh-sungguh dia memanfaatkan
waktunya. Bakatnya sungguh luar biasa.
Tiga tahun berlalu, dia lulus dengan nilai memuaskan. Bahkan dia
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya di luar kota selama satu
tahun. Karya- karyanya mendapatkan penghargaan dari lembaga. Pialanya pun
selalu bermunculan.
@@@
Shira pun tak kalah semangatnya dengan Nayla. Kebetulan nasib Shira
hampir sama dengan kakaknya. Shira dan Nayla masih punya satu adik laki-laki.
Di saat Shira lulus dari SMA, adiknya harus masuk SMA sementara Shira sangat
ingin melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah. Tapi, lagi- lagi orang tuanya
tidak mampu membiayainya karena mereka juga harus membiyaai adiknya.
Tak jauh beda dengan Nayla. Bahkan ini lebih parah. Emosi Shira
karena tak diijinkan kuliah memaksa Shira untuk marah. Tapi, kemarahannya
mendewasakan pikirannya. Shira melampiaskan kemarahannya dengan melamar kerja
di sebuah perusahaan garment. Pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik dan
batin. Tapi dia tak peduli. Yang dia inginkan hanya membuktikan bahwa dia akan
jadi sarjana suatu saat nanti, tanpa bantuan orang tua sekalipun.
Satu setengah tahun waktu dia habiskan untuk bekerja. Datang masa
pendaftaran mahasiswa baru. Sekian banyak uang yang diterima tiap bulan bagi
seorang remaja, tidak dapat mematahkan niatnya untuk tetap meninggalkan
pekerjaan itu dan melanjutkan pendidikannya. Semangatnya terlalu besar. Dia
sama sekali tidak berpikir darimana biaya kuliah selanjutnya setelah dia keluar
dari pekerjaan itu.
Dengan modal niat dan nekat, dia habiskan satu semester waktunya di
bangku kuliah, tanpa minta biaya dari orang tuanya. Dia masih menggunakan uang
tabungannya. Tapi, memasuki semester dua, tabungannya menipis. Karena itu, dia
mencoba untuk mencari pekerjaan sampingan di luar jam kuliah.
Sebuah rumah makan kecil menerimanya untuk bekerja. Dia juga
mendapat tawaran menjadi guru privat. Jadi, setiap pagi dia kuliah, sorenya dia
menjadi seorang pendidik dan malamnya dia bekerja di rumah makan. Hari- harinya
dipenuhi dengan kesibukan- kesibukan tiga dunia, demi masa depan. Hingga 3,5
tahun berlalu dan dia berhasil menjadi seorang sarjana dengan nilai terbaik.
@@@
Kini kesuksesan berpihak pada mereka. Nayla telah menjadi designer
muda berbakat yang terkenal. Dia juga punya butik terbesar di kotanya.
Sementara Shira telah menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa bagi anak
didiknya.
Dengan kerjasama dan kekompakan, mereka wujudkan impian masa kecil
mereka. Kini mereka mendirikan sebuah panti asuhan dan sekolah gratis untuk menampung
anak-anak tuna wisma. Mendirikan rumah seribu malaikat. Rumah tempat malaikat-
malaikat kecil tumbuh menjadi para penolong, menjadi genersi bangsa yang penuh
cita-cita dan asa.
Keindahan masa tua
berpihak pada dua bidadari penuh asa itu. Kini kalimat “semua akan indah
pada waktunya”, telah menjadi sebuah fakta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar