KUDETA MEKKAH
Sejarah Yang Tak Terkuak
KUDETA MEKKAH:
Sejarah Yang Tak Terkuak, merupakan salah satu buah karya Yaroslav Trofimov,
yang diterjemahkan oleh Saidiman dan diedit oleh A. Fathoni. Karya seorang
koresponden Wall Street Journal sejak tahun 1999 ini telah dicetak
pertama kali pada Maret 2017 oleh PT Pustaka Alvabet, Jakarta. Tersusun atas
350 halaman, dengan ukuran kertas 15 x 23 cm, buku ini memaparkan secara
gamblang berbagai kengerian yanng terjadi pada peristiwa bersejarah 20 November
1979 di Kota Suci Mekkah. Setiap rangkaian kalimat yang ditulis, memancing rasa
merinding yang tanpa henti.
Pada 20 November 1979, sebuah
peristiwa besar terjadi di Kota Suci Mekkah. Sekelompok orang bersenjata yang
dipimpin oleh Seorang islamis radikal, Juhaiman Al-Utaibi sukses menduduki
Masjid Al- Haram, tepat saat sang imam masjid menutup doa, usai shalat subuh
berjamaah. Ribuan jamaah dari berbagai negara menjadi sandera.
Sebagaimana yang tumbuh dalam
tradisi Wahhabi, Juhaiman dididik untuk mencari semua jawaban mengenai kejayaan
Islam di masa lalu. Karena itu, Juhaiman menggali sedalam- dalamnya sekumpulan
kitab hadits, sehingga dia menemukan konsep yang kokoh bagi teologi islam,
yakni mengenai kemunculan Mahdi. Ini adalah awal dari pemberontakan tersebut. .
Muhammad Abdullah, adalah mahasiswa
berusia 25 tahun, berkulit kuning dan tinggi serta memiliki dahi lebar, hidung
mancung, dan memiliki tahi lalat merah besar di pipinya. Ciri-ciri tersebut
yang diyakini oleh Juhaiman sebagai ciri seorang Mahdi, sang juru selamat.
Dengan mengaitkan berbagai hal,
Juhaiman berusaha meyakinkan Muhammad Abdullah, bahwa dirinyalah Mahdi. Tidak
hanya itu, Juhaiman juga mulai meyakinkan para pengikutnya bahwa Imam Mahdi
telah datang, sehingga dia mampu menghimpun pasukan pemberontak yang tak
sedikit jumlahnya. .
Dalam sebuah pertemuan, Juhaiman
berbicara secara terbuka: "Mahdi harus dilindungi dari musuh-musuh
keimanan sejati, dan menjadi tanggung jawab kaum beriman untuk memberikan
perlindungan ini. Pada saatnya nanti, Masjid Al Haram akan ditaklukkan dengan
senjata, dan dipertahankan dengan tentara. Jika kita tidak membawa senjata,
tentara itu (musuh) tidak akan datang ke mekkah dan oleh karenanya tidak akan
ditelan bumi. Kita tidak akan menembak sampai mereka menembak terlebih dahulu”
Kala itu, 1 Muharram 1400 H bertepatan dengan 20 November
1979 M,
para pemberontak yang telah di setir oleh Juhaiman mengambil alih Masjid Al
Haram. Sambil menggenggam senjata mesin, Muhammad Abdullah ditemani oleh
Juhaiman berdiri di tempat sebagaimana digambarkan Nabi- di bawah bayangan
Ka'bah, di antara kuburan Ismail dan Hajar, juga sebuah batu besar dimana
terdapat jejak kaki Ibrahim. Juhaiman menyeru pada seluruh umat islam di tempat
tersebut bahwa Imam Mahdi yang ditunggu- tunggu telah datang dan semua orang
harus bersumpah setia kepada Muhammad Abdullah. Lalu, satu persatu pengikut
Juhaiman membungkuk, mencium tangan Muhammad Abdullah dan memberi baiat.
Demikian juga para sandera. .
Dengan baiat tersebut, berarti
secara formal telah mengalihkan dukungan para jamaah Saudi dari keluarga
kerajaan kepada (yang dianggap) Imam Mahdi. .
Imam Masjid, Syekh Muhammad bin
Subail yang merasa sadar akan ketidaktepatan tindakan Juhaiman berusaha
menghubungi atasannya, Syekh Nasir bin Rasyid untuk menjelaskan peristiwa
tersebut. Ini lah awal dari kebingungan Istana Saud. Di satu sisi, telah
terjadi pemberontakan yang memang harus
segera dituntaskan. Namun, disisi lain, Masjid Al Haram yang menjadi target
para pemberontak adalah tempat tersuci umat islam, dimana terdapat larangan
untuk membunuh apapun di dalamnya. .
Setelah melakukan berbagai pertimbangan,
akhirnya kerajaan Saudi memutuskan untuk melawan pemberontak dengan senjata. Untuk menghargai perasaan para ulama, pemerintah saudi sangat berhati-hati agar
tidak merusak Masjid Al Haram pada penyerangan pertama. Gempuran tembakan yang
mulai menghujani kompleks bangunan tanah suci kebanyakan adalah ledakan cahaya
yang tidak mematikan. Hanya mengacaukan pasukan Juhaiman dengan kebisingan yang
memekakkan dan cahaya silau yang membutakan. Namun, tidak dapat dipungkiri, penyerangan
yang berlangsung selama berhari-hari semakin lama semakin memanas. Semakin
banyak korban tewas dan tentu saja terjadi berbagai kerusakan di bangunan suci
itu.
Hari Sabtu dan Minggu (24-25
November 1979) Sebagian besar pemberontak mundur dari pemukaan masjid menuju
ruang bawah tanah Qabu. Hanya sekelompok kecil pengikut Juhaiman yang bertahan
di gang-gang tempat suci yang terbakar lantaran bom. Salah satu dari mereka
adalah Muhammad Abdullah, sang Mahdi palsu. .
Untuk memperlihatkan keabadiaannya,
Muhammad Abdullah menggunakan cara baru. Setiap kali ia mendengarkan dentingan
granat yang dilempar, ia memungutnya dan melemparkannya kembali ke para
prajurit. Berberapa kali berhasil memang. Namun, keberuntungan kemudian tak
berpihak padanya. Saat Muhammad Abdullah hendak memungut granat untuk kesekian
kalinya, granat tersebut terlanjur meledak, menjadikan beberapa bagian tubuh
bawahnya hancur. Rasa takut dibawah gempuran tembakan membuat kawanan
pemberontak tidak bisa menyelamatkan sang Mahdi mereka, yang tengah menggeliat
kesakitan di tengah asap beracun. Hingga dia ditinggalkan begitu saja.
Beberapa kawanan pemberontak yang
mampu mencapai Qabu hidup-hidup melaporkan tentang kabar Muhammad Abdullah.
Faisal Muhammad Faisal terguncang mendengar laporan tersebut. Keyakinan pada
Juhaiman yang dulu lemah, bahkan sebelum
aksi pemberontakan dilakukan, kini benar-benar menguap sepenuhnya. Dia
begitu menyesal,telah mengukuti Juhaiman. Tidakkah dijanjikan dalam hadits
bahwa Mahdi kebal terhadap bom dan peluru??
Rumor kematian Mahdi telah menyebar
ke seluruh pemberontak. Keyakinan mereka mulai melemah sebagaimana
Faisal. Rasa ragu menyelimuti hati mereka. Namun, dengan
kecakapannya berbicara, Juhaiman mampu
mengembalikan keyakinan mereka. Kawanan pemberontak, belum menyerah.
Kokohnya semangat pemberontak untuk
terus maju hingga titik darah penghabisan sulit untuk ditaklukkan. Pemerintah
Saudi pun meminta bantuan Amerika dan Eropa untuk memulihkan situasi di tanah
suci.
18 jam setelah penyerangan terakhir
ke Qabu dimulai, dua pasukan militer inti akhirnya membentuk formasi lingkaran di bawah
masjid, bertemu di area Gerbang King Abdul Aziz. Sebelum Fajar, pada hari
Selasa, 4 Desember 1979, Agen Pers resmi Saudi mengumumkan kepada
dunia sebuah pernyataan dari pangeran Nayif bahwa pembersihan semua anggota
kelompok pembelot dari basemen Masjid Al Haram telah dituntaskan pukul 01:30
pagi itu. .
Peperangan berakhir, tepat dua
minggu sejak Masjid Al Haram diambil alih oleh kawanan Juhaiman Al Utaibi.
Menurut perhitungan Nayif, sekitar 270 orang meninggal dalam pemberontakan
tersebut. Namun, para pengamat independen dan saksi memperkirakan, bahwa
peperangan yang terjadi selama dua minggu di Masjid Al Haram menelan korban
sekitar 1000 orang, bahkan bisa lebih.
Pagi, tanggal 9 Januari 1980,
sebanyak 63 tahanan yang terlibat dalam pemberontakan Juhaiman dikenai hukuman
pancung. Hukuman ini dilakukan di delapan kota di Saudi, antara lain Mekkah,
Riyadh, Madinah, Dammam, Buraida, Hail, Abha, dan Tabuk. Jumlah keseluruhan
yang dihukum adalah 39 orang Saudi, 10 orang Mesir, 6 orang Yaman, dan beberapa
orang Kuwait, Irak, Sudan.
Peristiwa Juhaiman menjadi bagian
penting dari sejarah modern kota Mekkah. Para pengamat politik dan sejarawan
menganggap kejadian itu sebagai insiden lokal semata yang tidak bersangkut paut
dengan peristiwa internasional yang belakangan merebak, yakni terorisme. Namun, Yaroslav Trofimov berpendapat sebaliknya. Menurut Yaroslav, peristiwa Juhaiman adalah akar dari gerakan terorisme global, terutama yang dimotori
Al Qaeda.
Pada tahun-
tahun setelah peristiwa pengambilalihan Masjid Al Haram, Pemerintah Saudi
mencoba sekuat tenaga untuk menghapus peristiwa berdarah tersebut dari memori
publik. Peristiwa Juhaiman merupakan hal
sensitif bagi pemerintah Saudi. Sehingga, beberapa
sumber cetak berupa kumpulan
artikel pada surat kabar Saudi dan pidato- pidato kenegaraan yang berkaitan
dengan peristiwa ini ditarik dari
perpustakaan dan dimasukkan dalam daftar publikasi terlarang, sesaat setelah dicetak di Jeddah pada tahun
1980.
Trofimov, Yaroslav. 2017. Kudeta
Mekkah: Sejarah Yang Tak Terkuak. Jakarta: PT Pustaka
Alvabet.
Salatiga, 5 Juli 2018, 11:36 a m
OZY SHIRA