Selamat Datang Di Blognya Ozy Shira

Minggu, 18 September 2016

GAGAL MOVE ON (Aku Jatuh Cinta Part 2)

Dia benar-benar telah mengisi hari-hariku. Kadang dia terasa menyenangkan. Tetapi kadang dia juga menyebalkan. Sering kali dia membuat masalah denganku, membuat otakku berpikir keras, bahkan membuatku menangis lelah karena tak lagi mampu menghadapinya. Tapi, sesulit apapun masalah yang dibuatnya, aku tak pernah benar-benar ingin meninggalkannya. Aku hanya pergi sejenak untuk mendinginkan otak, lalu kembali lagi dengan senyum ceria. Aku mulai berpikir untuk kesekian kalinya, tentang bagaimana menghadapi masalah. Hingga aku benar-benar mampu memahami dirinya dan mampu menyelesaikan masalah itu.

Kalian tau? Dia sungguh rumit, sulit dipahami. Mungkin, karena itu sebagian besar teman-temanku tak menyukainya. Lalu, apa aku gila ketika aku jatuh cinta padanya? Atau aku terlalu bodoh? Aku rasa tidak, mungkin menurutku, dia unik. Dia beda, penuh teka-teki, dan pastinya selalu bisa memancing rasa ingin tahu. Mungkin juga, aku memang buta, seperti cinta. Tak mampu memilih mana yang lebih mudah untuk dipilih dan dipahami. Tapi, hatiku selalu mengatakan “terserah”. Dia terlalu indah untuk sekedar aku lewatkan. Rumitnya adalah seni kehidupan. Kadang mudah, kadang juga susah. Aku terlanjur jatuh cinta padanya.

Suatu hari, Tuhan berkehendak lain. Aku tidak diijinkan untuk bersamanya ketika aku merasa aku telah dewasa, dan berhak untuk memilihnya sebagai teman hidupku. Tuhan memang tidak memisahkan kita sepenuhnya. Tetapi, DIA mendatangkan pihak ketiga, dan tentu saja aku tak punya rasa padanya. Hanya saja, tak adil rasanya jika aku meninggalkan yang kucinta demi pihak yang memaksa.

BAHASA INGGRIS, namanya. Dia mengejarku sejak aku duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Dia memaksaku untuk memahaminya, meski aku sama sekali tak menyukainya. Dia benar- benar menyebalkan, dan membosankan. Bahkan, untuk sekedar bertemu saja aku enggan. Kalaupun terpaksa bertemu, aku hanya membiarkannya berbicara denganku, tanpa aku pedulikan. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Kejam memang, tapi aku tak ingin dipaksa.

Hingga seiring dengan semakin dewasanya pemikiranku, aku sadar, bahwa Takdir Tuhan hanya perlu di syukuri. Tuhan lebih mengetahui mana yang terbaik untuk diri kita. Akhirnya, aku mencoba menikmati kebersamaan dengannya, meski aku masih tak memutuskan hubungan dengan Matematika. Tidak ada pilihan lain, Tuhan membawa kakiku berpijak di rumah Bahasa Inggris, bukan membawaku ke rumah Matematika. Mau tidak mau, bumi Bahasa Inggris yang harus ku junjung.

Aku telah hidup bertahun- tahun dengan Bahasa Inggris, tetapi pemahamanku pada dirinya, masih tak bisa sedalam aku memahami Matematika. Kadang aku menangis ketika merindukan yang sebelumnya, aku berharap waktu terulang kembali, ke masa saat Tuhan belum memisahkan kita. Tapi apa daya, jika aku tak mampu memiliki apa yang aku cintai, aku tetap harus mencintai apa yang ada dihadapanku.

Sampai saat ini, aku masih berusaha mencintai Bahasa Inggis, dengan setulus hatiku. Tapi aku masih tak mampu. Berkali-kali, ketika aku keluar dari rumah Bahasa Inggris, aku menemui Matematika, sekadar berbagi masalah dan cerita. Dia masih setia. Menungguku di rumahnya, berharap aku kembali padanya. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk tetap bersamanya, meski harus berada diantara sela-sela waktuku bersama Bahasa Inggris. Karena aku masih mencintainya, si Matematika. Betapa sulitnya Move On dari Cinta Pertama.

NB: Masih cerita iseng. Thanks for reading my sentences.

Salatiga, 18 September 2016 at 17:00 WIB

By Ozy Shira

Sabtu, 17 September 2016

AKU JATUH CINTA

Mungkin aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali aku melihat dunia. Saat aku baru saja lahir dari Rahim bunda. Ketika ayah membisikkan salah satu dari 99 nama “الله اكبر ” yang artinya Allah Maha Besar. Frase pertama yang menyatakan ukuran, yaitu “besar”, dan merupakan frase pertama yang mengajariku bahwa 99 – 1 = 98. Sebuah perhitungan yang menyatakan bahwa aku masih harus mengenal 98 nama lagi setelah 1 diantara 99 nama kuketahui dari bisikan adzan. Dan orang – orang menyebut perhitungan itu sebagai pengurangan.

Pada masa selanjutnya, di setiap hari kelahiranku, mereka menyebutkan angka dengan kalimat “umur kamu sekarang 1 / 2 /3 /4 /….. tahun, nak”. Sebuah kalimat yang memberitahuku bahwa angka itu tak terhingga, yang disimbolkan dengan “∞”. Kalimat tersebut juga secara tidak sengaja mengajariku bahwa ketika usiaku 2 tahun, pada tahun berikutnya usiaku 3 tahun, yang artinya 2 + 1 = 3. Mungkin disini aku mulai mengenal penjumlahan.

Saat usiaku menginjak usia anak yang mulai belajar memahami satu sama lain, Mak (baca: Bunda) membiasakan aku untuk saling berbagi. Suatu hari ketika hendak makan, Mak berkata, “Nduk, maem sik karo ndok dadar gulo…, tapi mbak dingengei” (“Nak, makan dulu pakai telur dadar nih…, tapi sisakan untuk kakak”) dengan membawa piring berisi selembar telur dadar. Kemudian aku melihat Mak mengambil sendok dan pisau, lalu memotong telur dadar itu menjadi 2 bagian yang sama besar. Disini secara tidak langsung, Mak mengajariku bahwa selembar telur yang dimakan 2 orang harus dipotong menjadi 2 bagian sama besar. Dalam kalimat perhitungan ditulis 1 : 2 = 1/2. Angka pecahan pertama yang kukenal berasal dari kalimat yang orang- orang sebut dengan nama pembagian.

Pada waktu yang lain, ketika aku mulai mengenal tentang kepedulian secara tidak langsung Mak mengajariku, lagi-lagi dengan hal yang sangat sederhana. Ketika beliau mengajakku pergi ke warung untuk berbelanja, kemudian aku meminta jajan, Mak selalu berkata, “tumbase dua, Nduk… !,  Mbak ngko satu…” (“Belinya dua, Nak… !, Nanti kakak satu…”). Kalimat ini, memberitahuku bahwa jika ada 2 orang yang menginginkan 1 jenis benda, maka bendanya harus ada 2. Jika ditulis dengen angka, maka 1 x 2 = 2. Kebanyakan orang menyebut kalimat itu sebagai kalimat perkalian.

Keempat istilah yang secara tak langsung aku kenal tanpa nama itu kini kukenal dengan istilah pengurangan, penjumlahan, pembagian dan perkalian. Kemudian, seiring dengan pertumbuhan akal dan pemikiaranku, sekolah memberitahuku bahwa istilah – istilah itu orang – orang sebut dengan istilah MATEMATIKA. Sejak aku mengenal istilah terakhir tersebut, aku sadar, bahwa aku tak bias hidup tanpa perhitungan matematika. Semakin berkembang pemikiranku, semakin besar pula rasa penasaranku padanya. Sehingga aku berusaha mencari tahu segala hal tentangnya. Aku mempelajari apa yang ada padanya, hingga aku mengenal sifat – sifatnya, seperti komutatif, asosiatif dan distributive. Lebih dalam lagi aku mengenal tentang Geometri, Aljabar, Algoritma, Integral , dan istilah – istilah lainnya yang terus memancing rasa ingin tahu.

Setelah aku mengenal banyak hal tentangnya, aku terus menjaganya dalam pikiranku, agar tetap ada, dan aku rasa aku tak ingin kehilangannya. Baru kini aku tahu, aku selama ini telah JATUH CINTA pada MATEMATIKA.

NB: hanya cerita iseng… hehe. Thanks a lot for reading my sentences.

Salatiga, 17 September 2016 at 19:00 WIB

OZY SHIRA