Selamat Datang Di Blognya Ozy Shira

Minggu, 22 Juni 2014

6 JURUS PENGUSIR JENUH

by: Ozy Shira

Setiap orang pernah mengalami sebuah keadaan di mana sebuah “kejenuhan” menguasai kehidupannya. Bahkan, sangat mungkin jika kejenuhan itu terjadi berulang-ulang. Saya mengatakan demikian karena saya mengalami kejenuhan berulang kali, di setiap pekerjaan atau kegiatan yang saya lakukan. Entah pekerjaan atau kegiatan yang benar-benar saya inginkan (baca: hoby) atau memang sama sekali tidak saya inginkan, tetapi harus saya lakuakan.
Namun demikian, setiap saya mengalami kejenuhan, saya ingat sebuah kalimat yang tersisip dalam nasihat bulek (baca: tante) saya, bahwa “akan selalu ada titik jenuh di segala hal, tinggal bagaimana kita menyikapinya”. Sebelum menuju ke tips yang ingin saya share kepada pembaca, mungkin pembaca perlu mengetahui apa yang saya maksud dengan titik jenuh di sini.
Titik jenuh, adalah sebuah keadaan di mana seseorang mengalami kebosanan terhadap suatu hal (baca: kegiatan) yang membuatnya enggan menemui kegiatan serupa atau melakukan kegiatan itu kembali. Manusia itu tak pernah memiliki titik kepuasan. Jadi, jenuh itu wajar…Waktu saya masih SMP, saya selalu pengen cepat menjadi anak SMA, giliran udah SMA, pengen cepet kerja, trus giliran udah kerja, pengen cepet bisa kuliah, lhaaa…sekarang, giliran dah jadi mahasiswa…masih galau lagi pengen ini itu, masih mengeluh lagi pengen begini begitu. Emang manusia itu “NGEWUHKE” kan…hehe..
Ketika jenuh menghampirimu, maka:

Ketika jenuh menghampirimu, maka:
1.      Lakukan hal-hal yang kamu sukai (hoby) selama itu positif.
Misalnya, ketika saya jenuh dengan pelajaran Fisika, ketika saya belajar di rumah, saya akan meninggalkannya dan meraih novel untuk saya baca. Tapi harus tetep tahu waktu lhoo…jangan sampai keasyikan baca novel, truzz Fisikanya di lupain.
Lhaa…truz, kalau bosan pelajarannya di sekolah gimana donk? Masa baca novel? Naah, yang ini beda lagi caranya. Kalau berdasarkan pengalaman sih, dulu saya ijin ke toilet aja, cuci muka kek, atau sekedar jalan-jalan, atau malah belok ke kantin bentar. Hehe…Upz, ngajarin jelek nih….
Atau, klo zaman sekarang kan dah musim social media kan…, ya sekedar buka-buka social media lima menit, juga gak akan rugi kok.
2.      Lihatlah hal-hal yang membuatmu tenang
Kalau saya sih, suka ngeliat air mengalir, jadi kalau saya benar-benar jenuh, saya akan pergi ke tempat-tempat berair untuk beberapa saat sampai saya benar-benar tenang. Setelah itu, biasanya semangat kembali lagi.
3.      Tertawalah
Boleh laah…ketawa…, tapi tetep kudu ada sebabnya lho…, hehe. Biar gak dikira orang kurang satu ons. Ya, kalau jenuh, sempatin diri buat liat lawak, komedi, humor, lelucon dll sejenisnya, yang penting bisa bikin ketawa, asal gak keterusan aja…hehe.
4.      Bergaul
Punya temen banyak itu penting lho. Kalau pas jenuh, pergi aja kumpul sama teman-teman yang mungkin bisa bikin kamu lupa dengan kejenuhan kamu.
5.      Berteriak
Ni sebenarnya cara yang memuaskan menurutku. Tapi paling bahaya…hehe. Iyalah, tiba-tiba teriak nanti dikira ada apa-apa. Nah, caranya…? Ya pergi ke tempat yang sepi n jauh dari masyarakat dulu laah…, ke puncak misalnya…Upz, jauh amat. Susah kaleee…hehe…IDL…
6.      Nangis
Menangis itu bisa melepaskan beban-beban. Jadi, gak usah takut di bilang cengeng laah…yang penting jenuhnya ilang…hehe,

Setiap orang memiliki karakter yang berbeda. Setiap orang juga memiliki cara yang berbeda untuk menghadapi sesuatu. Oleh karena itu, penulis tahu bahwa bisa jadi cara ini tidak mempan untuk kalian. Tapi bisa di coba lah…Boleh kok coba-coba…Gratisss!!! 

Para Pejuang Tangguh

Para Pejuang Tangguh
Salatiga, 14 Juni 2014
Sosok itu berjalan setengah membungkuk, memikul keranjang bambu, sembari berusaha memperdengarkan suara paraunya di antara kerumunan mahasiswa.
“Taaapee…taaapee…”, ya, itu yang dia ucapkan di sepanjang jalanan kampus.
Dia terus berucap, meski tak satupun orang menghiraukannya. Dia terus berjalan di bawah terik sang surya yang tengah memuncak, tepat diatas kepala.
Deg! Deg!…Serasa jantung ini berdetak semakin kencang, dan mata ini…seakan enggan berbinar. Aku malu. Aku benar-benar malu pada diriku sendiri. Aku malu pada dunia, dan aku malu kepada NYA. Allah menciptakan laki-laki berkepala delapan itu, sebagai sosok yang terlalu kuat, lalu DIA memperlihatkannya padaku. Tak cukup lama dia berada dihadapanku karena aku harus segera pergi dari tempat itu. Sungguh menyesal hati ini, ketika aku hanya melihatnya dari kejauhan.
Jarum jam menunjuk pukul delapan malam. Aku beranjak pulang, berjalan menyusuri trotoar menuju terminal, DIA mempertemukanku dengan sosok kuat itu kembali. Di tengah kegelapan malam tampak seorang kakek terduduk melepas lelah di emperan sebuah toko. Entahlah, tiba-tiba kaki ini melangkah dengan sendirinya, berusaha mendekat.
“Pak, niku tape nggih?? Pintenan pak?”, tanyaku seolah aku adalah pecinta tape.
“Nggih monggo mbak, sak kersane…”, kata lelaki tua dengan penuh ketulusan.
Aku memandanginya, rambut putihnya setengah tertutup caping, keriput di wajahnya sangat kentara, dan tubuhnya seolah tinggal tulang. Perlahan aku mengajaknya bicara, sembari menunggu tapeku di bungkus, meski aku masih tak tahu, mau ku kemanakan makanan itu nantinya.
Kakek itu berasal dari Karanggede, dan dia tengah berjualan di Salatiga. Penjual keliling. Berkilo-kilo kakinya melangkah, tanpa kenal lelah. Jari- jari kakinya yang kering berdebu, hanya beralas sandal jepit yang tak cukup indah dilihat.
“Lha, mangkih sare pundi, Pak?”
“Nggih niku ta, ten Masjid Pendowo…”, ujarnya penuh semangat, lalu dengan lebih semangat dan penuh kebanggaan dia mengatakan bahwa anaknya, adalah seorang santri yang tengah menghafal Al Qur’an di sebuah pesantren di Salatiga.
Teman, Kakek itu terlalu kuat, atau kita yang terlalu mudah putus asa?
Hanya demi pendidikan pesantren untuk anaknya, dia rela berjalan kaki, menghabiskan waktunya hanya untuk menjual tape yang keuntunganya tak seberapa. Bahkan mungkin, hanya sekedar untuk ongkos Salatiga-Karanggede pun tak akan cukup.
Lalu…kita???
Bagaimana dengan kita???
Atau hanya aku??? bukan kita???
            “Aku” sebagai anak, atau “aku” sebagai manusia pada umumnya….???
Teman. Ozy cm pengen berbagi, semoga bermanfaat…JJJ

Aku pikir, “Akulah Gatut Kaca”, tapi ternyata bukan. Atau mungkin belum?. Begitu banyak para pejuang tangguh yang selama ini lalu lalang dihadapanku, tapi aku tak sadar. Dari kekek penjual koran di kampus, kakek penjual bunga kertas dan kakek penjual kacang kedelai di alun-alun, hingga bapak penjual bak Pau.
Setiap jarum jam menunjuk pukul 09.30 WIB, seorang kakek berbaju krem kecoklatan berjalan lamban menuju Mading kampus, tempat dimana mahasiswa berkerumun menunggu jam kuliah selanjutnya tiba. Terlihat sebuah tas kandi berwarna putih lusuh menggantung di bahunya, terapit diantara lengan kanan dan tubuhnya. Tangan kirinya melipat, memeluk setumpukan koran harian. Dengan suara lemas, nyaris tak terdengar, dia berkata pada kerumunan, “kooran…,kooran…”.
Pukul 14.00 WIB, seorang lelaki paruh baya tampak berjalan menjunjung rantang besar di atas kepalanya, sembari bersuara lantang “ Bak Paunya maaas, Mbaaak… Bak Pau…! Cuma 2000…”. Pukul 16.30 WIB, seorang kakek usia tujuh puluhan mendorong gerobak berisi kacang kedelai, di sepanjang alun-alun kota Salatiga. Kemudian di waktu lain, di alun-alun kota, tampak seorang kakek penjual bunga kertas yang hanya berharga Rp 300,- menunggui gerobaknya, berharap ada yang datang membeli dagangannya.

Mereka semua adalah Para Pejuang Tangguh yang hampir setiap hari membuat mataku terbuka, lalu memaksaku untuk tak pernah berhenti melangkah. Sekali lagi, Ozy Cuma pengen berbagi. Mungkin bahasa dalam tulisan ini masih terlalu buruk untuk pembaca. Tapi, gak usah dilihat bahasanya ya…direnungin isinya aja. Semoga Bermanfaat…